Aku
sangat iri, marah pula. Kalau lagi mengetik nama yang panjang-panjang
soalnya tidak cukup satu kolom di Excel. Sepertinya nama juga mengalami
perkembangan zaman yang pesat. Dahulu nama ee atau ii biasa saja. Tetapi
sekarang aku telusuri jarang sekali nama yang satu kata seperti namaku.
“EVI.”
Sampai-sampai teman seperjuanganku ketika bertanya nama lengkap, hingga
mengulang beberapa kali, entah tak percaya atau tak yakin dengan
jawaban pertama. Padahal aku serius menjawabnya
"Nama lengkap, apa Vie?”
“Evi.”
“Oh, Evi apa?”
“Ya namaku Evi.”
“Ya Evi, apa?”
“Tidak ada kepanjangan?”
“Tidak ada?”
“Ya.”
“Masa?” Setelah mendesak baru percaya. Aku garuk-garuk kepala harus mencari kemana lagi tambahannya.
“Ibuuuu, Ayaaaah tolong panjangkan namaku!”
Tapi kadang aku bersyukur lebih baik tiga huruf, mudah di ingat, enak
dibaca, gampang menuliskan. Yang paling seru andai aku punya gelar yang
panjang, misalkan Prof. Dr. EVI. MA. PH. S.Pd. S.H, nah kayanya baru
mudah percaya kalau begitu. Tapi maaf aku jadi ngelantur.
Selamat
untuk Kakak-kakak, Adik-adik, Bapa-bapak, Ibu-ibu telah punya nama yang
bagus, indah, panjang dan nyaman. Temanku ada yang sampai tujuh kata.
namanya Siti Aisya Putri Dila Purnama Raisya Cinta, bisa buat nama tujuh
orang. Bisa di panggil Siti, Neng Aisya, Teteh Putri, Tante Dila, Nona
Purnama, Kakak Raisya atau Adik Cinta.
“E.V.I” Selalu terngiang saat Guruku memanggil dengan panggilan Vie nya yang medok, rasanya menjadi kebanggan dalam hati senang sekali.
“Evi, kedepan kerjakan PRnya!”
“Ya Pak!”
aku segera melemparkan senyum pada guruku, tidak memikirkan salah atau
betulnya jawaban, yang penting sebutan Vie itu terdengar tiada yang
lain.
Namaku setia menemani sejak lahir, warisan dari ibu dan
ayah. Tapi semakin hari kebutuhan semakin menumpuk bergiliran, sudah
punya sandal jepit mau sandal kulit, sudah dapat motor siap-siap
mengumpukan uang beli mobil, tak pernah puas.
Aku
sebaiknya minta ditambah kepanjangan nama. Bicara sama Ibu dan Ayah,
mereka hanya senyum, bicara kepada tiga kakakku pun pada manyun entah
meledek atau terlalu senang. Terpaksa aku tepuk jidat minta tolong ke
siapa, masa ke Pak Lurah.
Mengganti nama mudah sebenarnya. Namaku sekarang Evi Sunrise sebelumnya namaku Evi Ana. Masih teringat pengalaman ketika di warung padahal aku hanya mengganti nama di facebook,
“Evi Ana, mau beli apa?” aku hanya tersenyum
“Itu nama facebookku, ko Teteh bisa tahu?” wajahku penasaran, sedikit malu.
“Iya dong.” Katanya, bisa jadi Teteh warung berteman di facebook makanya tahu namaku entah.
Mentari pagi bahasa inggris dari Sunrise.
Asal mula nama Sunrise karena ada kisah yang tak terlupakan bersama
sahabatku. Sunrise seumpama lahir harapan baru yang aku temukan saat
mentari pagi terbit, semangat baru, hari menuju perjuangan baru.
Setelah
sahabatku menghilang, ada hikmahnya menginspirasikan nama tersebut.
Walaupun kini dia sudah pergi tak bersama seperti dulu, dia mengejar
cita-citanya sekolah tinggi di luar negeri. Dia diantaranya salah satu
sahabat spesial yang sangat ajaib dalam hidupku. Karenanya asaku
bangkit, buliran airmata berganti menjadi harapan hingga tumbuh mekar,
harum mewangi. Sampai akhirnya aku tempelkan nama Sunrise.
Mentari
pagi bagian dari arti nama sahabatku. Tetapi kalau namaku Evi Mentari
Pagi, susah memanggilnya, makanya aku menggantinya dengan bahasa Inggris
Sunrise.
Menulis menjadi nafas baruku,
ibarat oksigen. Kalau lagi sesak menulislah, kalau lagi sedih
menulislah, kalau lagi gundah menulislah, kalau waktu luang menulislah,
kalau waktu senggang menulis pula. Airmata kebahagiaan, airmata
keceriaan berteman dengan menulis. Ia sahabat baru yang beberapa bulan
ini aku temukan.
“Menulis tetap teman baruku menulis!”
Mengingat
pesan Pak Isa Alamsyah Sang Penulis buku No Excuse, saat aku bertanya
segan untuk merevisi cerpen. Maka beliau mengatakan
“Belum dapat
motivasinya, temukan alasan kita pasti bergerak. Lihat masa depan!”
walaupun kata-kata itu sederhana tapi sangat dalam maknanya. Masa depan
bisa berawal dari tulisan. Belum bisa membayangkan, seandainya aku
menjadi Penulis. satu diantara mimpiku, semoga waktu akan menjawabnya.
Sekarang
aku semangat banget menulis, walaupun belum bagus. Kesalahan
kiri-kanan, atas-bawah, depan-belakang tapi semua itu terkalahkan dengan
semangat yang menyala.
“Maaf, aku ingin belajar menulis!”
Sebuah
tulisan aku kirimkan untuk mengikuti audisi, sampai akhirnya lolos.
Tiba-tiba kata Adminnya aku harus mengirimkan Nama Pena atau Nama Asli.
“Namaku?”
nama asliku E.V.I sepertinya zaman cepat berubah kalau namaku cuma tiga
huruf, kadang was-was, tersilih sama nama-nama yang panjang.
“Aku harus punya nama pena!”
Itu
yang kubutuhkan saat ini. Aku memeras pikiran, melayang demi mencari
nama idaman. Tiba-tiba aku menengoklah facebook. Dengan komunitas bisa
menulisnya yang amazing. Kenapa aku tidak bertanya pada
ahlinya. Lalu aku selidik punya selidik Sensei Pak Isa lagi online,
segera aku kirimkan pesan di facebook beliau.
“Salam Pak Isa, minta pendapatnya, nama pena Evi Sunrise, terlalu kekanak-kanakan enggak ya Pak... hehe?”
“Agak sih karena pakai kata bahasa Inggris.”
“Apa harus diganti ya Pak,,, hehe”
“Nama asli?”
“Pak Nama Asli: Evi, pendek sekali ya Pak? boleh Pak sarannya..hehe!”
“Cuma satu kata terdiri dari tiga huruf? di ktp dan ijazah?”
“Sama Pak.”
“Di ktp Evi, di Ijazah Evi, tanpa embel embel binti...”
“Ya, Bapakku namanya Ujer.”
“Maksud saya di ijazah ditulis Evi atau Evi Binti Ujer. Evi binti Ujer?”
“Evi saja. Nah baru selanjutnya putri dari Bapak Ujer.”
“Dulu
saya dikenal sebagai By Isa di Tianshi itu sudah tujuh eksemplar lebih,
pas masuk gramedia saya masukin nama asli, Isa sendiri nama panggilan.
Mungkin lucu juga kalau cuma Evi asalkan orang tahu historinya dan
masalah yang dihadapi karena nama terlalu singkat. Coba ibu tulis
tentang itu, saya rasa akan menarik, sambil memperkenalkan nama pena
nantinya.
“Hehe,,, Bapak bisa saja.”
“Serius.”
“Jadi nama penanya seperti apa ya Pak? nama asli cuma tiga huruf. InsyaAllah Pak, terimakasih ide nya.“
“Belum kepikiran E.V.I, biasanya asma cukup bagus. kalo udah waktunya saya tanya
“Alhamdulilah... di tunggu ya Pak.”
“sip.”
Dengan
percakapan yang menyenangkan, alhamdulilah beliau memberikan ide
menulis cerita yang berjudul Nama Penaku. Hingga nama pena pun aku
temukan
“Asma sempat mengajukan nama Evi Tia (Agak mirip Helvi Tiana)” itu komentar dari Pak Isa, hari senin 14 oktober 2013.
“Evi Tia, nama penaku. Terimakasih Pak Isa,,,, hehe!”
mulai sekarang Evi Tia, nama penaku semoga menjadi sahabat terbaik.
Kala berjuang dalam kepenulisan bersama asaku. Sehingga membawa
keberkahan dunia dan akhirat. Bunda Asma Nadia, terimkasih Nama Penanya.
Sukabumi, 10 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar